CAMBRIDGE – Aktivis buruh telah sejak lama mengeluh bahwa perjanjian perdagangan internasional didasari oleh agenda perusahaan dan tidak memperhatikan kepentingan masyarakat. Pembukaan dari Perjanjian Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) menyebutkan tujuan “kesempatan kerja penuh,” (full employment) namun selain dari hal tersebut, standar buruh masih berada di luar lingkup rezim perdagangan multilateral. Satu-satunya pengecualian adalah adanya sebuah klausul, yang merupakan peninggalan dari Perjanjian Umum Tarif dan Perdagangan (yang merupakan cikal bakal dari WTO) pada tahun 1947, yang memperbolehkan pemerintah-pemerintah untuk membatasi impor yang diproduksi oleh buruh tahanan.
CAMBRIDGE – Aktivis buruh telah sejak lama mengeluh bahwa perjanjian perdagangan internasional didasari oleh agenda perusahaan dan tidak memperhatikan kepentingan masyarakat. Pembukaan dari Perjanjian Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) menyebutkan tujuan “kesempatan kerja penuh,” (full employment) namun selain dari hal tersebut, standar buruh masih berada di luar lingkup rezim perdagangan multilateral. Satu-satunya pengecualian adalah adanya sebuah klausul, yang merupakan peninggalan dari Perjanjian Umum Tarif dan Perdagangan (yang merupakan cikal bakal dari WTO) pada tahun 1947, yang memperbolehkan pemerintah-pemerintah untuk membatasi impor yang diproduksi oleh buruh tahanan.